Penulis adalah Penyuluh Pertanian di Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Kabila Bone- Bone Bolango-Gorontalo
![]() |
Bapak Yusuf Datau, S.TP bersama Teman - Teman Penyluh Pertanian Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. Gambar : Oleh Yusuf DatauS.TP |
Bukan
hanya dari sisi alam, sumber daya manusia (SDM) pertanian Indonesia juga
sangat besar. Generasi muda, petani tradisional, penyuluh, dan komunitas tani
desa merupakan kekuatan tersembunyi yang, jika dibina dan dimotivasi dengan
baik, dapat menjadi pelopor kemandirian pangan nasional.
Khususnya
di wilayah Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango, potensi pertanian
sangat luar biasa. Lahan-lahan yang luas, sebagian masih tidur, menyimpan
harapan besar jika dikelola dengan semangat dan visi Islam. Tanaman strategis
seperti jagung, cabai, kelapa, dan komoditas hortikultura lainnya tumbuh subur
di daerah ini. Bone Bolango juga memiliki potensi pengembangan varietas lokal
dan penguatan ketahanan pangan berbasis kearifan lokal serta budaya bertani
yang telah diwariskan turun-temurun.
![]() |
Bapak Yusuf Datau S.TP Bersama Forkopimcam Kecamatan Kabila Bone saat Mencanangkan Program Pemerintah Tentang Ketahanan Pangan di Kecamatan Kabila Bone. Gambara : Oleh Yusuf Datau, S.TP |
Salah
satu yang menjadi penyebabnya banyak orang yang melihat remeh bahkan malu
dengan prfesi ini apalagi anak muda zaman ini, profesi petani sering kali
dipandang sebelah mata. Padahal, dalam Islam, bertani adalah profesi
mulia—jalan ibadah, ladang pahala, dan kontribusi besar terhadap ketahanan
umat. Di saat dunia menghadapi krisis pangan dan degradasi lahan, peran petani
justru semakin vital dan harus mendapat perhatian lebih.
Rasulullah
ﷺ bersabda: "Tidaklah seorang Muslim menanam suatu tanaman atau menabur
benih, kemudian ada burung, manusia, atau hewan yang memakan darinya, kecuali
itu menjadi sedekah baginya." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini
menjelaskan bahwa bertani bukan hanya urusan dunia. Ia adalah ibadah
berkelanjutan. Bahkan saat petani tidur pun, pohon yang ia tanam terus
mengalirkan pahala.
Allah
ﷻ pun berfirman: “Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya
biji-bijian, maka dari padanya mereka makan.” (QS. Yasin: 33). Ayat ini
menegaskan bahwa menghidupkan tanah adalah perintah dan tanda kebesaran Allah.
Para petani yang menghidupkan lahan-lahan tidur sejatinya sedang berperan
sebagai agen kehidupan.
Tanah
air kita, Indonesia, diberkahi dengan iklim tropis yang hangat, curah hujan
yang cukup, serta tanah yang subur dari Sabang sampai Merauke. Sebagian besar
wilayahnya bisa ditanami sepanjang tahun. Ini bukan kebetulan. Ini adalah
anugerah dari Ar-Razzaq, Sang Maha Pemberi Rezeki. Sayangnya, banyak lahan
belum dioptimalkan. Potensi masih tertidur. Maka, menjadi petani di negeri ini
bukan sekadar pekerjaan, melainkan wujud nyata dari rasa syukur kepada Allah.
Sejarah
Islam pun mencatat kejayaan luar biasa di bidang pertanian. Pada masa
Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah, terjadi apa yang disebut oleh para
sejarawan sebagai Islamic Green Revolution. Sistem irigasi canggih seperti
bendungan dan kincir air diterapkan. Tanaman-tanaman baru seperti kapas, jeruk,
tebu, dan terong diperkenalkan lintas wilayah. Bahkan teknik rotasi tanaman dan
pengelolaan tanah berkembang sangat maju.
Di
Andalusia, Spanyol Muslim, pertanian menjadi tulang punggung kejayaan kota-kota
besar. Ilmu pertanian dikembangkan dan diwariskan ke Eropa. Sementara itu, Khalifah
Umar bin Khattab ra. menetapkan kebijakan agar tanah tidur boleh digarap siapa
pun yang mampu menghidupkannya. Tanah yang dibiarkan lebih dari tiga tahun
tanpa pengelolaan akan dialihkan kepada yang mau memanfaatkannya. Ini adalah
bentuk keberpihakan Islam kepada kesejahteraan dan produktivitas umat.
Petani
adalah garda depan kedaulatan pangan. Mereka bukan hanya penanam padi atau
sayur, melainkan penjaga masa depan bangsa. Tanpa petani, negara rapuh. Islam
menempatkan profesi ini dalam posisi strategis. Jika dikelola dengan amanah,
niat ibadah, dan kejujuran, pertanian bisa menjadi sumber pahala dan
kesejahteraan.
![]() |
Bapak Yusuf Datau, S.TP Bersama Teman-Teman Penyuluh di Perkebunan Jagung berlokasi di Kecamatan Kabila Bone. Gambar : Oleh Yusuf Datau, S.TP |
Kini
saatnya kita menoleh ke ladang dengan hati yang baru. Mari bangkitkan semangat
bertani sebagai bagian dari jihad ekonomi dan ibadah yang bernilai tinggi.
Dengan meneladani Rasulullah ﷺ dan para khalifah yang visioner, serta menyadari
potensi besar yang Allah titipkan di bumi pertiwi, kita jadikan ladang sebagai
sarana menggapai pahala dan kemakmuran bersama.
Bangkitlah,
petani Muslim! Karena dari tangan-tangan kalian, tumbuh kehidupan.
Wallāhu
a‘lam bish-shawāb.
Penulis : YUSUF DATAU, S.TP
Posting Komentar untuk "Kebangkitan Petani Muslim: Dari Ladang ke Pahala, dari Sejarah ke Masa Depan"