Oleh Husain Rahim, S.Ag (Penulis Adalah Pegiat Filsafat dan Pemikiran Islam)
Husain Rahim, S.Ag (Pegiat Filsafah dan Pemikiran Islam |
Seorang ayah di Gorontalo dengan keji mencabuli putri darah dagingnya sendiri. Pelaku kini telah ditapkan menjadi tersangka. Dilansir dari sumber lokal (go.pos.id/20/05/2025) perbuatan nista ini telah dilakukan sejak putrinya duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama Menurut AKP Yunieke Bakrie Kanit PPA Polda Gorontalo bahwa pelaku menjalankan aksi bejatnya sejak tahun 2013 saat korban berusia 13 tahun.
Menariknya adalah peristiwa di Gorontalo ini terungkap beriringan dengan mencuatnya kasus grup “Fantasi Sedarah”. Sehingganya masalah inses tidak bisa dipandang remeh, bayangkan grup fantasi sedarah tersebut mencapai 32 ribu member.
Menurut data dari Nasional Kompas (nasional.kompas.com/28/05/2025) Komnas Perempuan mencatat ada 1.765 kasus inses dalam 5 tahun terakhir. Ini hanyalah puncak dari sebuah gunung es, bisa saja yang tersebunyi lebih besar dari yang terungkap ke publik. Tidak menutup kemungkinan dalam kasus inses, pelaku tidak hanya ayah atau kakek tapi juga melibatkan ibu kandung, kakak, ataupun adik kandung. Bahkan korban pun tidak hanya perempuan tetapi bisa saja terjadi pada laki-laki. Sehingga pemerintah perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam, sebab perbuatan yang amoral ini kemungkinan bukan hanya dilakukan dengan “unsur paksaan”, tetapi bisa saja dilakukan atas dasar suka sama suka. Hal ini pernah terjadi antara kakak beradik yang berakibat pada kehamilan, sampai-sampai si perempuan harus dinikahkan dengan laki-laki lain untuk menutupi aib keluarga tersebut. Hanya saja kasus yang penulis temukan dilapangan ini memang tidak terungkap ke publik. Bahkan bisa saja “fantasi sedarah:” ini bukan hanya dilakukan antara lawan jenis tetapi juga dengan sesama jenis. Hal ini tidak bisa dinafikan mengingat tingkat kasus LGBT yang tak kalah jumlahnya di masyarakat.
Fenomena ini semakin menambah ambruknya tatanan sistem keluarga, hancurnya sistem nasab, kacaunya garis keturunan. Kondisi yang sangat mengerikan ini sangatlah jauh dari klaim sebagai negara yang berketuhanan, tapi perilaku hewaniyah semakin meluas, sangat jauh dari klaim negara yang beradab tetapi perilaku biadab. Gambaran keji ini menunjukan adanya ketidakpeduliaan pada aturan agama dan norma masyarakat. Masyarakat hidup bebas tanpa aturan, demi kepuasan individu, bahkan laksana binatang. Keluarga telah rusak, bahkan sistem keluarga muslimpun telah ambruk.
Sehinga yang terjadi adalah syahwat terus menerus dipicu tanpa terkendali, otomatis memerlukan penyaluran, sementara tidak semua orang berkesempatan, atau memiliki kemampuan dan kelayakan untuk menyalurkan syahwat dengan benar. Akibatnya yang menjadi pelampiasan serta pelarian hasrat biologis ini adalah orang-orang terdekat, dimana posisisinya mereka adalah mahram, orang yang tidak bisa dinikahi, anak kandung, adik, kakak, paman, bibi, kakek dan seterusnya. Ditambah lagi jika interaksi kontak fisik dengan diantara mereka tidak dibatasi dan dikontrol. Inilah yang memicu terjadinya hubungan seksual antara sesama anggota keluarga yang haram untuk dinikahi, kalaupun statusnya boleh dinikahi tetapi jika statusnya “bukan suami-istri” maka yang terjadi adalah perzinaan. Dengan kata lain, terjadinya perzinaan antara sesama mahram ini dipicu oleh rangsangan konten dan perilaku yang melanggar hukum interaksi lawan jenis. Menyalahi sistem pergaulan dalam Islam.
Semua ini terjadi akibat penerapan sistem kehidupan yang menyalahi Islam, yakni sistem Kapitalisme-sekuler yang menganggap aturan agama dalam ruang publik sebagai ancaman, melanggar hak asasi serta mengekang kebebasan. Sebaliknya justru membiarkan budaya hidup hedonis, pergaulan bebas, gaya berpakaian bebas. Sistem ini telah mengubah gaya hidup masyarakat menjadi tidak peduli, dikuasai oleh hawa nafsu dan akal manusia yang lemah dan menyesatkan. Kapitalisme dengan budaya liberalisasinya berhasil melenyapkan pilar-pilar kemuliaan manusia.
Adapun Islam, yakni sebagai jalan hidup shahih, mengatur seluruh lini kehidupan manusia dan menjadikan negara sebagai pelaksana hukum syara untuk mengatur masyarakat. Islam mewajibkan negara untuk mengurus rakyat dalam semua aspek termasuk menjaga keutuhan keluarga dan memastikan norma-norma serta aturan pergaulan, interaksi diantara mereka sesuai dengan sistem sosial dalam Islam.
Pezinaan antara sesama mahram dalam Islam hukumnya adalah haram, termasuk dosa besar dan pelakunya wajib diberi sanksi oleh negara. Meskipun tindakan seksual itu dilakukan dengan dibungkus oleh “ikatan nikah”, tetap saja dihukumi zina. Pernikahanya batal, rusak dan tidak sah. Dikutip dari situs Darut Tauhid (daaruttauhiid.org/20/01/2024) bahwa menurut ibnu Qudamah, pernikahan itu batal dan wajib diberi sanksi oleh negara.
وإن تزوج ذات محرمه، فالنكاح باطل بالإجماع. فإن وطئها، فعليه الحد. في قول أكثر أهل العلم
“Jika seseorang menikahi mahramnya maka nikahnya batal sesuai konsensus ulama. Dan jika melakukan hubungan intim maka wajib disanksi menurut mayoritas ulama”. (al-Mughni Ibnu Qadamah, 9/55).
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ وَقَعَ عَلَى ذَاتِ مَحْرَمٍ فَاقْتُلُوهُ
Perilaku zina antara sesama mahram, baik dilakukan dengan unsur pemaksaan, atau suka sama suka, baik dengan lawan jenis atau sesama jenis sangat jelas adalah bukan hanya haram, tapi juga sangatlah keji dan sangat menjijikkan. Negara wajib mempersiapkan berbagai langkah pencegahan atau preventif diantaranya membangun kekuatan akidah umat, sebagai benteng pertama dari godaan hawa nafsu setiap individu.
Sistem sanksi sesuai syariat yang tegas diberlakukan oleh negara akan membuat efek jera bagi semua orang sekaligus menjadi penebusan dosa bagi si Pelaku. Dengan demikian kesucian dan kemuliaann keluarga akan terus terjaga, pilar-pilar sistem keluarga akan kokoh, nasab akan terjaga manakala Islam diterapkan secara sempurna. Kebijakan media yang akan melarang dan memberantas perilaku buruk agar masyarakat jauh dari perilaku amoral. Jika yang berlaku adalah hukum buatan akal manusia yang lemah, ototomatis tidak bisa diandalkan, sebab cenderung tidak tegas, tidak ada sanksi yang keras bagi pelaku. Hukum tanpa sanksi, apalagi tidak berasal dari Sang Pencipta Manusia sama saja hanya utopis. Tuhanlah yang lebih Maha Mengetahui mengenai kelebihan, kekurangan makhuk ciptaan-Nya. Maka Tuhanlah yang layak mengatur. Sistem sanksi yang tegas dan memberi efek jera hanya akan lahir manakala Islam diterapkan secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab
Penulis : Husain Rahim, S.Ag
Disisi lain kasus inses mencuat ke permukaan bersamaan dengan semakin tingginya angka pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan. Data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat terdapat 5.949 kasus kekerasan terhadap perempuan sampai pada bulan April 2025.
Adapun data dari Komnas Perempuan Mengungkapkan bahwa telah terjadi peningkatan kasus lebih dari 50 persen jika dibandingkan dari tahun 2023. Dari data ini tidak menutup kemungkinan yang menjadi pelaku kekerasan seksual adalah anggota keluarga sendiri, dengan kata lain ‘fantasi sedarah’ telah menjadi bagian yang menambah tingginya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
Menurut data dari Nasional Kompas (nasional.kompas.com/28/05/2025) Komnas Perempuan mencatat ada 1.765 kasus inses dalam 5 tahun terakhir. Ini hanyalah puncak dari sebuah gunung es, bisa saja yang tersebunyi lebih besar dari yang terungkap ke publik. Tidak menutup kemungkinan dalam kasus inses, pelaku tidak hanya ayah atau kakek tapi juga melibatkan ibu kandung, kakak, ataupun adik kandung. Bahkan korban pun tidak hanya perempuan tetapi bisa saja terjadi pada laki-laki. Sehingga pemerintah perlu melakukan penelitian yang lebih mendalam, sebab perbuatan yang amoral ini kemungkinan bukan hanya dilakukan dengan “unsur paksaan”, tetapi bisa saja dilakukan atas dasar suka sama suka. Hal ini pernah terjadi antara kakak beradik yang berakibat pada kehamilan, sampai-sampai si perempuan harus dinikahkan dengan laki-laki lain untuk menutupi aib keluarga tersebut. Hanya saja kasus yang penulis temukan dilapangan ini memang tidak terungkap ke publik. Bahkan bisa saja “fantasi sedarah:” ini bukan hanya dilakukan antara lawan jenis tetapi juga dengan sesama jenis. Hal ini tidak bisa dinafikan mengingat tingkat kasus LGBT yang tak kalah jumlahnya di masyarakat.
Fenomena ini semakin menambah ambruknya tatanan sistem keluarga, hancurnya sistem nasab, kacaunya garis keturunan. Kondisi yang sangat mengerikan ini sangatlah jauh dari klaim sebagai negara yang berketuhanan, tapi perilaku hewaniyah semakin meluas, sangat jauh dari klaim negara yang beradab tetapi perilaku biadab. Gambaran keji ini menunjukan adanya ketidakpeduliaan pada aturan agama dan norma masyarakat. Masyarakat hidup bebas tanpa aturan, demi kepuasan individu, bahkan laksana binatang. Keluarga telah rusak, bahkan sistem keluarga muslimpun telah ambruk.
Perilaku zina sesama mahram ini telah meruntuhkan pilar-pilar sistem pergaulan masyarakat, khususnya kaum muslimin.
Perilaku inses atau ‘fantasi sedarah” terjadi karena beberapa faktor diantaranya, Pertama adalah akibat konten pornografi dan pornoaksi yang sangat merajalela di media sosial. Tayangan-tayangan, tontonan televisi yang fulgar serta merangsang, nyanyian erotis yang memicu syahwat. Bahkan papan iklan reklame yang dipajang di jalan-jalan serta pusat keramaian terkadang sangatlah fulgar, cenderung dibiarkan oleh pihak yang memiliki otoritas. Semua konten-konten ini bisa diakses dengan bebas dan mudah oleh semua kalangan baik dewasa maupun anak-anak. Kedua adalah aturan berpakaian islami yang dilanggar, membuka aurat seolah-olah dianggap biasa. Sementara negara tidak tegas dalam menindak konten yang berbau pada porongrafi.
Perilaku inses atau ‘fantasi sedarah” terjadi karena beberapa faktor diantaranya, Pertama adalah akibat konten pornografi dan pornoaksi yang sangat merajalela di media sosial. Tayangan-tayangan, tontonan televisi yang fulgar serta merangsang, nyanyian erotis yang memicu syahwat. Bahkan papan iklan reklame yang dipajang di jalan-jalan serta pusat keramaian terkadang sangatlah fulgar, cenderung dibiarkan oleh pihak yang memiliki otoritas. Semua konten-konten ini bisa diakses dengan bebas dan mudah oleh semua kalangan baik dewasa maupun anak-anak. Kedua adalah aturan berpakaian islami yang dilanggar, membuka aurat seolah-olah dianggap biasa. Sementara negara tidak tegas dalam menindak konten yang berbau pada porongrafi.
Sehinga yang terjadi adalah syahwat terus menerus dipicu tanpa terkendali, otomatis memerlukan penyaluran, sementara tidak semua orang berkesempatan, atau memiliki kemampuan dan kelayakan untuk menyalurkan syahwat dengan benar. Akibatnya yang menjadi pelampiasan serta pelarian hasrat biologis ini adalah orang-orang terdekat, dimana posisisinya mereka adalah mahram, orang yang tidak bisa dinikahi, anak kandung, adik, kakak, paman, bibi, kakek dan seterusnya. Ditambah lagi jika interaksi kontak fisik dengan diantara mereka tidak dibatasi dan dikontrol. Inilah yang memicu terjadinya hubungan seksual antara sesama anggota keluarga yang haram untuk dinikahi, kalaupun statusnya boleh dinikahi tetapi jika statusnya “bukan suami-istri” maka yang terjadi adalah perzinaan. Dengan kata lain, terjadinya perzinaan antara sesama mahram ini dipicu oleh rangsangan konten dan perilaku yang melanggar hukum interaksi lawan jenis. Menyalahi sistem pergaulan dalam Islam.
Semua ini terjadi akibat penerapan sistem kehidupan yang menyalahi Islam, yakni sistem Kapitalisme-sekuler yang menganggap aturan agama dalam ruang publik sebagai ancaman, melanggar hak asasi serta mengekang kebebasan. Sebaliknya justru membiarkan budaya hidup hedonis, pergaulan bebas, gaya berpakaian bebas. Sistem ini telah mengubah gaya hidup masyarakat menjadi tidak peduli, dikuasai oleh hawa nafsu dan akal manusia yang lemah dan menyesatkan. Kapitalisme dengan budaya liberalisasinya berhasil melenyapkan pilar-pilar kemuliaan manusia.
Adapun Islam, yakni sebagai jalan hidup shahih, mengatur seluruh lini kehidupan manusia dan menjadikan negara sebagai pelaksana hukum syara untuk mengatur masyarakat. Islam mewajibkan negara untuk mengurus rakyat dalam semua aspek termasuk menjaga keutuhan keluarga dan memastikan norma-norma serta aturan pergaulan, interaksi diantara mereka sesuai dengan sistem sosial dalam Islam.
Pezinaan antara sesama mahram dalam Islam hukumnya adalah haram, termasuk dosa besar dan pelakunya wajib diberi sanksi oleh negara. Meskipun tindakan seksual itu dilakukan dengan dibungkus oleh “ikatan nikah”, tetap saja dihukumi zina. Pernikahanya batal, rusak dan tidak sah. Dikutip dari situs Darut Tauhid (daaruttauhiid.org/20/01/2024) bahwa menurut ibnu Qudamah, pernikahan itu batal dan wajib diberi sanksi oleh negara.
وإن تزوج ذات محرمه، فالنكاح باطل بالإجماع. فإن وطئها، فعليه الحد. في قول أكثر أهل العلم
“Jika seseorang menikahi mahramnya maka nikahnya batal sesuai konsensus ulama. Dan jika melakukan hubungan intim maka wajib disanksi menurut mayoritas ulama”. (al-Mughni Ibnu Qadamah, 9/55).
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah SAW. Bersabda
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «مَنْ وَقَعَ عَلَى ذَاتِ مَحْرَمٍ فَاقْتُلُوهُ
“Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang berzina dengan mahramnya maka bunuhlah” (Abu Dawud). Mohammad Soleh Shofier dalam artikelnya yang dimuat dalam situs islami.co bahwa “Menurut para ulama empat mazhab sudah terjadi kesepakatan (konsesnsus) akan keharamannya, mereka sepakat pelakunya disanksi had. Hanya saja, yang menjadi perbedaan adalah sifat dari sanksinya tersebut. Apakah dibunuh tanpa memandang status muhshan (sudah pernah melakukan hubungan intim dengan cara nikah) atau tidak. (islamidotco/03/01/2023)
Perilaku zina antara sesama mahram, baik dilakukan dengan unsur pemaksaan, atau suka sama suka, baik dengan lawan jenis atau sesama jenis sangat jelas adalah bukan hanya haram, tapi juga sangatlah keji dan sangat menjijikkan. Negara wajib mempersiapkan berbagai langkah pencegahan atau preventif diantaranya membangun kekuatan akidah umat, sebagai benteng pertama dari godaan hawa nafsu setiap individu.
Memberlakukan sistem dan tata pergaulan sesuai syaraiat, menerapkan aturan berpakaian, aturan sosial media, konten-konten fulgar dan erotis diberantas. Menutup semua pintu peluang terjadinya human error. Adanya ‘amar makruf dan nahi munkar menjadi benteng kedua dalam menjaga kemuliaan ummat manusia. Serta memberlakukan sistem sanksi yang tegas sesuai Islam sebagai benteng yang ketiga menjaga tatanan masyarakat.
Sistem sanksi sesuai syariat yang tegas diberlakukan oleh negara akan membuat efek jera bagi semua orang sekaligus menjadi penebusan dosa bagi si Pelaku. Dengan demikian kesucian dan kemuliaann keluarga akan terus terjaga, pilar-pilar sistem keluarga akan kokoh, nasab akan terjaga manakala Islam diterapkan secara sempurna. Kebijakan media yang akan melarang dan memberantas perilaku buruk agar masyarakat jauh dari perilaku amoral. Jika yang berlaku adalah hukum buatan akal manusia yang lemah, ototomatis tidak bisa diandalkan, sebab cenderung tidak tegas, tidak ada sanksi yang keras bagi pelaku. Hukum tanpa sanksi, apalagi tidak berasal dari Sang Pencipta Manusia sama saja hanya utopis. Tuhanlah yang lebih Maha Mengetahui mengenai kelebihan, kekurangan makhuk ciptaan-Nya. Maka Tuhanlah yang layak mengatur. Sistem sanksi yang tegas dan memberi efek jera hanya akan lahir manakala Islam diterapkan secara kaaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Wallahualam bissawab
Penulis : Husain Rahim, S.Ag
Posting Komentar untuk "Maraknya Perilaku Inses, Akar Masalah dan Solusinya dalam Islam"